Workshop Indigenous Psychology #3 - Jogja Omah Petrok Indigenous Psychology

Saya dan Jhan (Peneliti dan Asisten Peneliti hehe)
Selamat pagi jogja.. betapa suhu di Kaliurang 21 KM membangunkan saya. Pukul 05 subuh air yang menyentuh badan rasanya membekukan. Wudhu dan shalat pun saya lakukan dengan gemetaran karena kedinginan. Setelah shalat saya urungkan niat untuk jalan-jalan subuh melihat kondisi di sekitar Omah Petruk karena dinginnya membuat saya enggan beranjak keluar kamar. Saya menarik selimut kembali lagi tidak sadarkan diri. Pukul 07.30 saya baru sadar sepenuhnya. Setelah menjadi cantik saya dan teman-teman pun bergegas sarapan. Pukul 09 hall workshop kembali dipenuhi oleh para mahasiswa dan juga dosen yang tergabung dalam APIK. Moh. Abdul Hakim selaku pembicara pun sudah siap dengan slide presentasinya. Kebetulan Jhan duduk disamping saya. Saya manfaatkan waktu itu untuk diskusi beberapa hal terkait riset yang saya agendakan selesai di tahun 2016 ini. Riset tentang salah satu suku di Sulawesi Selatan yang kaya akan budayanya yakni Suku Toraja. Ia menanggapi dengan sangat serius bahkan memberikan banyak masukan pada saya. Saya merasakan Jhan memiliki ketulusan dalam mengaplikasikan ilmunya pada siapa saja dan dimana saja. Tidak ingin kehilangan moment saya pun mengabadikan moment diskusi ini bersama Jhan. 

Pemateri hari Pak Hakim juga tidak kalah seru. Beliau adalah kandidat PhD. di Massey University, NZ. Seru banget kalau lihat pemateri masih muda dan pinter. Jadi pengen deh bisa menjadi pembicara di APIK nanti atau minimal di forum-forum diskusi keilmuan skala apapun (semoga terwujud di tahun 2016 aamiin). Ouh yah beliau adalah lulusan S1 dan S2 UGM dan sekarang sudah menjadi dosen di UNS. Salah satu profesi impian saya hehe. Materi yang dibawakan oleh Pak Hakim hemat saya sangat aplikatif juga mampu menjembatani antara pemahaman Indigenous Psikologi dengan ilmu-ilmu humaniora dan mainstream ilmu-ilmu psikologi. Berikut gambaran materi yang dibahas oleh pak Hakim yang sudah saya ada di Folder laptop saya dalam bentuk PDF dan juga PPT.
1. Overview perkembangan psikologi di Indonesia yang sudah lahir sejak tahun 1954.
2. Bagaimana cara untuk mengembangkan proyek riset
3. Riset Psikologi Indigenous dan kultural di Indonesia
4. Merancang penelitian

Dalam materi yang dipaparkan Pak Hakim, proyek riset Psikologi di Indonesia masih belum mendapatkan energi lompatan yang progressif karena penelitian kita tidak terprogram dengan baik. Padahal begitu banyak jurnal yang mencari tulisa terkait Indigenous Psychology salah satunya ialah ASJP (Asean Social Journal Psychology) sebagai bentuk pemberdayaan komunitas dan local wisdom. Menurut Leung (2014) peneliti asia menitikberatkan pada konklusi seberapa menarik kita mengembangkan aggasan penelitian dan seberapa signifikan kontribusi gagasan kita pada kehidupan. Makanya untuk mengembangkan proyek riset gagasan ide riset harus kuat dan jelas. Perlahan saya mulai memahami tentang Psikologi Indigenous, bagaimana ketika pak Hakim menjelaskan tentang proyek riset indigenous yang bukan menjelaskan gagasan tentang konsep dan pesona dari suatu budaya namun bagaimana peneliti mencoba untuk melihat apa dinamika psikologis dari individu dan kelompok yang berada dalam kondisi budaya yang mereka cipta dan anut itu dan kita sebagai peneliti dengan tetap menggunakan teori-teori barat berusaha untuk menjelaskan gagasan kita dan bila konsep dari teori psikologi barat belum mampu menjelaskan dinamika psikologis dari masyarakat dan kebudayaan itu sendiri maka amat besar kemungkinan bisa memnculkan teori baru yang memiliki nilai kearifkan lokal yang bisa dipublish dan dikenalkan di dunia. Karena sejatinya kita sebagai peneliti berusaha mengembangkan psikologi secara universal. Sebagai contoh, kita ingin meneliti tentang ritual ngaben di Bali. Nah, bukan ngaben-nya yang diteliti tapi apa yang ada dibalik terjadinya ngaben dalam diri masyarakat Bali (dinamika psikologis dari diri masyarakay bali terkait adanya budaya ngaben inilah yang berusaha dikulik secara mendalam). Ngaben sendiri tetap menjadi objek riset namun sebagai pelengkap, penjelas dari aspek/dinamika psikologi yang diteliti. Sekali lagi Psikolog Indigenous ditegaskan oleh Pak Hakim masih sebagai sebuah objek riset yang akan terus berkembang di tangan para peneliti. Khususnya di Indonesia yang luar biasa beragam budayanya. Karena Psikologi Indigenous dipahami sebagai, penelitian yang berasal dari orang okal dan diperuntukkan untuk orang lokal. Dan keberpihakan sangatlah penting. Anda berbicara atas nama siapa? Psikologi Indigenous ini amat bergantung dengan tempat atau konteks. Sehingga outsider (orang luar dari konteks sangat dibutuhkan karena mereka pada umumnya mampu melihat lebih jeli dibandingkan kita yang orang lokal).
Satu tips lagi dari beliau ialah terdapat tiga prioritas riset Psikologi Indigenous yang bisa kta pilih untuk lakukan satu, penelitian yang menarik tapi tidak penting, kedua penelitian yang penting tapi tidak menarik dan terakhir penelitian yang penting dan menarik yang kemudian mampu berkontribusi secara signifikan untuk memunculakn teori baru. Memang sulit untuk mencapai yang ketiga tapi mungkin. Hal ini tergantung pada seberapa banyak jam terbang yang dimiliki oleh si peneliti.

Padepokan Tempat kami Diskusi Santai
Setelah dua jam bersama Pak Hakim kami pun masuk ke sesi tanya jawab dan beristirahat untuk makan siang dan shalat. Setelah itu hujan deras mengguyur kota pelajar ini. Namun kami masih harus mengikuti sesi Student Sesion bersama Jhan dan Pak Hakim yang akan membahas tentang kesempatan untuk melakukan kerja sama penelitian dengan negara NZ melalui Massey University dan APIK. Kemudian menmbuat jejaring fund rising untuk proyek penelitian yang tentunya tidak mengeluarkan biaya yang sedikit. Juga bagaimana kesempatan para mahasiswa untuk bisa belajar di NZ dibahas langsung oleh Jhan dan Pak Hakim. Sebelumnya hal buruk terjadi kami terperangkap karena hujan di kamar sehingga tidak bisa kembali ke hall workshop untuk student session. Hiks padahal kami kembali ke kamar hanya untuk shalat Ashar dan mengecas HP eeh, tidak menyangka akan hujan begitu sangat deras bahkan hingga maghrib kami pun tidak membawa payung. Malamnya mahasiswa tidak memiliki agenda lagi, kami sudah bebas karena sudah masuk pada jadwal kongres APIK yang hanya dihadiri oleh para dosen saja. Malamnya kami gunakan untuk ngobrol lebih jauh dengan Jhan syukurlah kami jadi tidak ketinggalan informasi deh tentang student session. Jhan menanyakan kenapa kami tidak hadir tadi di student session hehe. Kami menceritakan kejadian tadi dengan malu-malu. Untunglah Jhan orangnya sangat pengertian. Setelah berdiskusi banyak hal kami semakin salut dengan Jhan dan para tim APIK. Jhan tidak hanya akan membangun kerja sama dengan universitasnya namun akan mengembangkan jejaring dengan LPDP sehingga kesempatan untuk bisa riset dan menimba ilmu di NZ bisa didapatkan oleh para mahasiswa dan dosen yang mengikuti seminar Workshop Indigenous ini. Selain itu Jhan juga akan mengirimkan buku-buku tentang metodologi riset dan juga terkait indigenous kepada fakultas kami senangnya. Jhan juga menjelaskan bahwa kami akan menjadi partner untuk APIK selama satu tahun kedepan dan dia siap untuk memberikan feed back terkait riset yang akan dan sedang kami susun. Malam itu kami tidur nyenyak setelah seharian berkegiatan. Sungguh ilmu tiada tara. Selama jantung masih berdetak ilmu pun harus terus dicari dan dipelajari.

Keesokan harinya tanggal 26 januari. Pagi-pagi para dosen yang mengikuti kongres APIK hingga larut malam sepertinya masih beristirahat di kamar. Syukurlah kegiatan sudah selesai sepenuhnya. Kami bangun pagi bersiap-siap untuk packing karena hari ini harus meninggalkan lokasi kegiatan. Makan pagi selesai sekitar pukul 09.30. Kami lalu bersiap-siap untuk jalan-jalan bersama di lokasi pariwisata di Kaliurang KM 21. Kami tidak memiliki waktu ke gua pendul, dan beberapa objek wisata keren lainnya karena waktu yang membatasi kami yakni Jhan akan pulang ke Bali setelah siang. Karenanya  diputuskan kami akan mengunjungi salah satu musem di daerah sini yang bernama Ullen Sentalu yang sayang untuk dilewatkan karena memiliki kisah tentang kerajaan Mataram dan Jawa yang begitu menarik hati pas sekali dengan konsep Indigenous Psychology-Local Wisdom heheh. Ini foto-foto keseruan kami berplesir bersama. Setelah jalan-jalan ke museum Ullen Sentalu event workshop pun ditutup secara resmi. Semoga bertemu lagi tahun depan para  anggota APIK :). Kami pun bergegas meninggalkan lokasi acara-Omah petruk. Bersama bu rika dan pak Agung kami pun diantar menuju Malioboro untuk belanja oleh-oleh hehe. Sebelumnya singgah dulu ke musem merapi. Penasaran dengan kisah perjalanan saya di Jogja pantau blog ini terus yah hehhe.

Keseruan kami di Musuem Seni dan Budaya Jawa - Ullen Sentalu
Diana-Jhan-Me-Setyani-Ian (Fantastic Four with Jhan) hehe
Selamat Datang di Museum Kita kakak hehe



Komentar

Postingan Populer