22 Januari 2016
Aku lihat tidak banyak perubahan di kota ini. Kantukku sudah hilang setelah dua jam perjalanan tertidur sambil mendengarkan lagu kini ku sapa kota tempat aku menapakkan kaki seorang diri tanpa satupun keluarga disisiku, Kota Malang. Udara dingin menusuk padahal masih pukul 04 sore. Tubuhku memang masih manja, masih belajar dengan suhu udara di kora Malang maklum kota asalku, Makassar tidak memang memiliki cuaca yang ekstrem sangat panas. Ku tunjukkan jalan menuju asrama tempatku tinggal. Akhirnya travel ini sampai. Dibantu oleh pak travel semua barang-barang dari Makassar berhasil aku bawa ke lantai dua. Syukurlah teman kosku sudah sampai di kamar. Kebetulan memang kunci kamarku hilang jadi aku hanya mengandalkan kunci milik teman sekamarku. Aku langsung menata semua barang-barang yang aku bawa dari Makassar lumayan banyak juga sih ada koper merah isinya buku dan beberapa baju, kemudian ada satu kardus besar warna biru isinya makanan dari Makassar, kemudian ada juga kardus kecil warna putih yang isinya buku juga. Untung saja naik travel jadi tidak begitu repot membawa barang-barang ini. Nah kalau tas kuning itu isinya yah makanan untuk di dalam mobil jadi kalau lapar bisa langsung makan aja, maklum travel dari bandara Juanda hingga asrama memang tidak akan singgah-singgah karena efisiensi waktu juga karena yang diantar tidak hanya saya tapi beberapa penumpang travel lain. Uniknya ada yang dari Jakarta, Aceh, dan juga Medan sementara saya dari Makassar. Kota Malang memang sudah jadi destinasi wisata dan juga pendidikan.
Setelah selesai membereskan kamar dan menata barang dari koper ke lemari saya pun memilih dan memasukkan beberapa pasang baju yang cocok untuk dipakai 4 hari ke depan. Memang dasar suka jalan-jalan hehe. Baru aja satu hari nyampai Malang eeh, besok udah ke Jogja lagi. Tapi kegiatan ini bukan untuk traveling melainkan kegiatan pelatihan terkait Psikologi Indigenous bersama beberapa teman dan Dosen. Perjalanan menuju Jogja besok akan saya lalui dengan travel. Saya memutuskan untuk tidak membawa banyak barang karena hanya 4 hari saja disana. Kemudian saya tidur lebih awal karena harus bertemu oleh dosen besok pagi untuk mengurus Kartu Rencana Studi yang belum disetujui oleh dosen. Karena akan gawat kalau misalnya belum disetujui oleh dose bisa-bisa semester 6 ini saya tidak bisa mengikuti perkuliahan karena hari trakhir mengurus KRS tanggal 25 sementara saya masih di Jogja harusnya pada tanggal itu. Syukurlah keesokan harinya dosen saya yang super sibuk mau untuk ditemui di rumahnya. Setelah menceritakan perihal keberangkatan saya beliau pun menyetujui KRS. Saya sangat lega apalagi tau kalau beliau saat weekend sering berpelesir ke luar kota. Setelah tenang malamnya pukul 08 travel menjemput kami. Bersama Diana salah satu teman komunitas Riset PLC saya pun berangkat menyusul rekan kami Setyani dan juga Ian serta dosen kami Pak Agung yang sudah sampai di Jogja sedari kemarin, maklum karena dari luar kota kami pun tidak bisa berangkat bareng. Perjalanan kami lewati dengan makan, ngemil, dan tidur. Kami sampai sekitar pukul 05 subuh di daerah yang dilansir sebagai lokasi acar. Tapi rasanya kok aneh banget yah sama sekali terlihat tidak berpenghuni. Namanya Omah Petruk (Karang Klethek) Jl, Kaliurang KM. 21 Jogjakarta,, ngeri banget..apalagi banyak patung-patung disekitar situ. Untuk mencapai lokasi saja kami sempat nyasar beebrapa kali. Untungnya ada teman dari supir travel yang baik turun sana-sini dari mobil untuk bertanya pada penduduk sekitar yang sudah terjaga. Kami pun sampai di tempat yang antah berantah. Jalan kesana bahkan melewati hutan-hutan kecil, Saya shalat subuh di pendopo yang beberapa langkah dari sana sudah ada patungnya ngeri. Ternyata pukul 06 barulah penjaga Omah Petrok datang untuk mematikan lampu dan membersihkannya. Kami pun ditawari minuman. Setelah sudah agak pagi dan matahari mulai bersinar kami pun mulai melihat sekeliling yang memang benar agak sedikit horor hehe. Bukannya apa, ada beberapa patung yang menurut saya nyeleneh. Pertama wanita yang tertidur dan dalam keadaan hamil dengan kaki disilangkan, kedua patung raksasa di pintu masuk yang kakinya berwarna merah, kemudian di lilit dengan batang pohon kemudian kepalanya menyerupai bola yang aneh motifnya (saya putuskan untuk tidak menguploadnya di blog karena menyeramkan hehe silahkan dibayangkan sendiri aja yah).
Pukul 08 pagi kami bertemu beberapa orang yang hadir mengaku sebagai panitia juga peserta. Alhamdulillah sudah mulai ramai. Kursi untuk kegiatan dan juga banner acara pun sudah terpasang yakinlah kami bahwa lokasi ini adalah lokasi yang kami memang harus datangi. Kami pun mandi pagi di toilet dekat dapur Omah Petrok ini. Setelah dari kusut, kurang tidur menjadi cantik kamipun bergabung dengan teman-teman peserta dan panitia. Luar biasa ramai, ada yang dari Makassar bahkan yakni sebagai perwakila dari Universitas Hasanuddin. Saya langsung menyapai beliau namanya, Pak Tamar. Ia datang bersama istrinya dan keempat mahasiswanya yang tengah menyusul sementara di jalan menuju Jogja. Kemudian ada pula yang dari Universitas Bina Nusantara, Jakarta. Dari Surabaya juga ada yakni bu Silvi yang kebetulan satu kamar dengan kami. Bahkan ada Teteh Azizah mahasiswa Indonesia yang sekarang melanjutkan studi S2 nya di Aucklan University, New Zealand hebat yah acara workshop ini hehe. Teteh Azizah dulunya lulusan Universitas UIN Sunan Gunung Djati, Bandung. Mengetahui hal ini saya merasa makin termotivasi untuk melanjutkan S2 ke New Zealand, Benua terindah menurut saya dan tidak henti-hentinya saya berdoa semoga bisa melanjutkan studi S2 ke NZ di Universitas Auckland, Victoria atau Massey :-). Pukul 08 lewat akhirnya dosen dan juga kedua teman saya tiba di lokasi acara. Kami pun santap pagi bersama. Nah, pada pukul 09 acara pembukaan pun dimulai. Kami disambut hangat oleh para panitia acara yang tergabung dalam Anggota APIK (Asosiasi Psikologi Indigenous dan Kerukunan) yakni ketua panitia Pak Dedi (Dosen asal BINUS), Pak Agung dosen kami sendiri dari (Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang) juga beberapa panitia dari CICP UGM seperti direkturnya Ibu Wendi, Mba Annisa dan panitia lainnya yang luar biasa sudah bekerja keras untuk terselenggaranya acara ini. Acara yang mengambil lokasi yang dekat dengan alam dan juga nuansa kebudayaan memang terasa sesuai dengan identitas dari APIK ini yakni Psikologi dengan cita rasa budaya Indonesia. Hari pertama kami akan diisi dengan Workshop tentang Indigenous Psychology in Massey University, New Zealand (NZ) dan kebudayaan suku Maori di NZ oleh Jhanitra Gavala, MSocSc, PGDipEdPsych. waw panjang kan gelarnya. Beliau adalah salah satu peneliti dan dosen dari Massey University di NZ yang akan menyapa kami dalam tiga hari workshop ini keren kan hehe. Setelah seluruh peserta juga saya dan Tim Riset PLC mengenalkan diri dan asal universitas kami pun bergegas menuju rumah panggung yang disediakan untuk tempat menginap para peserta dan panitia. Satu kamar diisi maksimal 10 orang. Di kamar saya bersama ketiga rekan UIN lalu bu Silvi, Bu Erika dari Universitas Ahmad Dahlan kemudian Kak Sasa dari Makassar senangnya bertemu dengan orang-orang luar biasa yang sudah punya pengalaman. Maklum kami yang paling muda diantara para peserta lain, yakni masih semester 5. Setelah meletakkan barang dan memilih tempat tidur kami pun menuju hall tempat pelatihan. Disana sudah siap para panitia yang tengah menyiapkan konsumsi juga layar LCD. Jhanitra atau yang akrab disapa (Jhan) pun maju kedepan dan memperkenalkan dirinya pada kami semua. Sebenarnya Jhan sudah datang ke kampus saya desember lalu. Cuman karena saat kedatangannya saya sudah pulang ke Makassar untuk liburan jadilah ini menjadi pertemuan pertama saya dengannya. Hari pertama workshop dibuka dengan materi dari pembicara internasional kami. Dengan menggunakan Bahasa Inggris yang menurut saya sangat jelas walau ada beberapa kata yang saya tidak pahami maknanya apa namun saya tau apa yang Jhan hendak sampaikan. Jhan menjelaskan tentang Indigenous Psychology di Aotearoa (Aotearoan adalah Bahasa Maori dari NZ). maori ialah suku atau komunitas lokal terbesar di NZ. 15 tahun Jhan sudah menjalankan profesinya sebagai Psikolog. Ia menjelaskan tentang super hero concept dalam suku Maori. Selama 2 jam itu, we talk a lot about Maori. Bahkan disana Jhan trrgabung dalam Maori and Psychology Researcg Unit (MPRU) khusus di Massey university unit ini memang diperuntukkan untuk memahami suku maori secara lebih jauh dan mengenalkan suku maori pada dunia. Tak tanggung-tanggung 134 article sudah ditulis dan semuanya tentang suku Maori. Bagaimana Jhan juga menjelaskan bahwa Indigenous culture diteliti dengan indigenous tools. Informasi pula kami dapatkan bahwa Universitas Waikato lah universitas di NZ yang paling expert di bidang Indigenous research. Menurut Jhan kreativitas adalah satu potensi terbesar yang harus terus dikembangkan oleh seorang peneliti. Harus berani untuk belajar hal yang baru baik tentang diri sendiri, komunitas, masyarakat dan kita perlu memiliki minat tertentu agar riset kita bisa dikembangkan secara mendalam.
Aku lihat tidak banyak perubahan di kota ini. Kantukku sudah hilang setelah dua jam perjalanan tertidur sambil mendengarkan lagu kini ku sapa kota tempat aku menapakkan kaki seorang diri tanpa satupun keluarga disisiku, Kota Malang. Udara dingin menusuk padahal masih pukul 04 sore. Tubuhku memang masih manja, masih belajar dengan suhu udara di kora Malang maklum kota asalku, Makassar tidak memang memiliki cuaca yang ekstrem sangat panas. Ku tunjukkan jalan menuju asrama tempatku tinggal. Akhirnya travel ini sampai. Dibantu oleh pak travel semua barang-barang dari Makassar berhasil aku bawa ke lantai dua. Syukurlah teman kosku sudah sampai di kamar. Kebetulan memang kunci kamarku hilang jadi aku hanya mengandalkan kunci milik teman sekamarku. Aku langsung menata semua barang-barang yang aku bawa dari Makassar lumayan banyak juga sih ada koper merah isinya buku dan beberapa baju, kemudian ada satu kardus besar warna biru isinya makanan dari Makassar, kemudian ada juga kardus kecil warna putih yang isinya buku juga. Untung saja naik travel jadi tidak begitu repot membawa barang-barang ini. Nah kalau tas kuning itu isinya yah makanan untuk di dalam mobil jadi kalau lapar bisa langsung makan aja, maklum travel dari bandara Juanda hingga asrama memang tidak akan singgah-singgah karena efisiensi waktu juga karena yang diantar tidak hanya saya tapi beberapa penumpang travel lain. Uniknya ada yang dari Jakarta, Aceh, dan juga Medan sementara saya dari Makassar. Kota Malang memang sudah jadi destinasi wisata dan juga pendidikan.
Salah Satu Patung yang ada di sana |
Gambaran minat penelitian yang Jhan sarankan diantaranya ialah, believe system, moral, values, religion, family and cultural capacity as a strong foundation.
Karena yuyu senang banget sama kepemimpinan jadi salah satu materi Jhan yang menarik ialah tentang sifat dalam diri seorang suku Maori yang dikenal dengan sbeutan mana (honour, prestite, power authority) dimana dengana danya sifat mana yang tercermin dalam pribadi orang-orang maori maka pantaslah ia menjadi pemimpin. Kemudian sebutan dari yang memiliki sifat mana ini ialah Rangatira (Leader) dan tikangan (Protocols) govern these processes. Tanya jawab berlangsung seru tentunya dengan menggunakan Bahasa Inggris karena Jhan masih belum fasih berbicara "bahasa" hehe maksud dari bahasa itu Bahasa Indonesia. Jhan orangnya ramah banget dan murah senyum berbeda dengan bule-bule yang saya temui di Bali biasanya mereka kaku, sulit tersenyum dan tertawa dengan orang baru. Jhan pun menutup presentasinya hari itu dengan bahasa Maori "Tena Koutou Katoa" yang artinya Thank You Very Much!
Selepas materi ini berkahir kami pun diberi waktu satu jam untuk istirahat. Kami lalu makan siang kemudian shalat dhuhur untuk melanjutkan kegiatan workshop ini.
Komentar
Posting Komentar